GUNUNGKIDUL - Keterbatasan tidak menutup talenta Rofitasari Rahayu (22) warga Grogol V, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo.
Terlahir dengan kondisi tuna rungu dan tuna wicara, tidak menyurutkan semangatnya untuk menekuni wayang kulit.
Ayu, sapaan akrabnya, pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) 3 Banitaran Yogyakarta.
Namun setelah gempa Yogyakarta pada tahun 2006, dirinya dan bersama ibunya memutuskan pulang kampung yaitu ke Gunungkidul. Sejak saat itu, ia tidak lagi mengenyam pendidikan, dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarga.
Mengingat Ayu ditinggal kepala keluarga sudah sangat lama. Saat itu, hari-harinya dihabiskan untuk menonton televisi dan mengaji di masjid tak jauh dari rumah tinggalnya.
Di dekat rumahnya, ada seorang perajin wayang kulit. Ayu tertarik untuk membuat sebuah wayang. Awalnya, ia hanya melihat saja ketika proses pembuatan wayang kulit yang dikerjakan tetangganya.
Setelah melihat proses pembuatan, ia mempraktekkan apa yang dilihat di rumah tetangganya yang sebagai perajin wayang kulit.
"Ayu lalu praktik membuat wayang dengan menggunakan kardus, mulai dari menggambar dan menatah kardus," ucap sang ibu, Ngadinem (46)
Melihat bakat Ayu, Marsono lantas mengajarkan Ayu bagaimana membuat wayang dengan menggunakan sodo.
Saat ditemui Tribunjogja.com pada Kamis (15/8/2019), Ayu duduk di ruang tengah rumahnya yang sangat sederhana. Ditemani sang ibu dan bibinya, Ayu membuat sebuah wayang sodo.
Alat yang digunakan juga sangat sederhana yaitu gunting, tang, dan lem kayu. Jari-jari lentik Ayu mulai merangkai lidi-lidi tersebut.
Mulai dari membuat tangan, badan hingga kepala. Untuk membuat sendi-sendi, bagian tangan lidi tersebut disambung dengan sebuah manik-manik kayu menggunakan lem kayu.
"Membuat wayang sodo ini sehari bisa 4-5 wayang," ucap ibunya. Beruntung, saat ini wayang sodo buatannya sudah mulai mendapatkan pesanan. Yang terbanyak, ia mengirimkan ke toko-toko souvenir yang berada di Kabupaten Bantul.
Ia membuat berbagai macam ukuran wayang lidi dari mulai 15 hingga 30 sentimeter. Harga yang dipatok untuk sebuah wayang juga bervariasi dari mulai Rp50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Dengan mulai banyaknya peminat wayang sodo buatannya, dapat membantu perekonomian keluarganya.
Talenta Ayu tak hanya sebatas membuat wayang sodo, tetapi Ayu juga sangat lihai dalam melukis. Ketika dirinya bosan membuat wayang sodo, Ayu akan memulai melukis.
Di ruang tamu terpampang beberapa lukisan hasil karyanya. Mulai dari lukisan seorang wanita menari, pemandangan, lukisan Candi Prambanan, hingga sketsa Kapolda DIY dan Kapolres Gunungkidul.
"Ayu hanya di rumah, tidak pernah piknik ke Candi Prambanan. Tahu Candi Prambanan hanya dari foto-foto, seperti lukisan pak Kapolda dan Kapolres Ayu hanya melihat fotonya," terang sang Ibu.
Yang mengejutkan Ayu membuat sketsa Kapolda dan Kapolres hanya memakan waktu satu malam. Saat mulai menggambar Ayu tidak tidur hingga fajar menjelang.
"Saya suruh tidur tetapi tidak mau," ucap Ngadinem. "Tidak ada yang mengajarkan Ayu, mencampurkan warna juga dirinya sendiri tidak ada yang mengajarkan," imbuhnya.
Awalnya Ayu hanya membuat sketsa ibunya dan adiknya, lama kelamaan ia mulai melukis menggunakan kanvas dan cat air.
Ayu sempat meraih juara harapan 1 dalam perlombaan melukis di sebuah dinding belum lama ini.
Bibi Ayu, Ngadinah (42) yang saat itu ikut menemani Ayu membuat wayang sodo merasa kagum dengan bakat yang dimiliki keponakannya.
Tak hanya itu dirinya juga mengakui bahwa Ayu adalah seorang yang mandiri. "Ayu itu mandiri jarang sekali merepotkan ibunya, setiap bangun tidur ia juga paham harus mengerjakan apa," ucapnya.
Sumber: TribunJogja.com
This post has 0 Comments